PlotPoint
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

PlotPoint

Tulis Sekarang!
 
HomeLatest imagesSearchRegisterLog in

 

 A piece of paradise

Go down 
AuthorMessage
sazqiah

sazqiah


Posts : 2
Join date : 2012-05-11
Age : 27
Location : makassar

A piece of paradise Empty
PostSubject: A piece of paradise   A piece of paradise EmptyFri May 11, 2012 11:04 pm

Aku menarik nafas panjang, mengisi sela paru-paruku dengan kehidupan. Angin kini membelaiku lembut. Menyibak beberapa helai rambutku ke udara, lalu detik kemudian turun lagi. Pandanganku menerawang langit yang kini kemerahan. Kupejamkan mataku, suara antung yang berdegup kencang di dalam sana jelas terdengar. Untuk sesaat, kutinggalkan kenyataan dan kembali ke masa lalu.

Pertama kali aku mengenal cinta adalah saat pertama kali aku bertemu dengannya. Tidak seperti pada orang lain yang kunilai secara fisik, ia mampu membuat pandangan pertamaku tentangnya bberarti dari hati. Kebaikan, kejujuran, dan hatinya yang lebut, terlihat jelas dari auranya yang kian memancar.
"Rian" ia menyebut namanya sembari tersenyum padaku, tangannya ikut menyambut kedatanganku dan ayak saat itu.
"Dinda" aku balas tersenyum. Kurai tangannya dan segera saja rasa hangat menyelubungiku.

Aku mendapati seorang wanita membelai pundak kak Rian. Wanita itu tersenyum padaku dan ayah, memppersilahkan kami masuk ke kediamannya yang seerhana, lalu kemudian kami sudah berada di ruang tamu dengan berbagai jenis kue dan bercanda akrab. Wanita itu, tante Selin namanya, yang kemudian ku ketahuia adalah ibu kak Rian. Aku sudah sangat menyukainya sejak pertama senyumnya manyapaku. Tutur katanya yang lembut dan bahasa tubuhnya yang anggun mengikatkanku pada almarhumah ibu.
Kak Rian, seperti dugaanku, adalah orang yang baik, perhatian, dan peduli padaku. Walaupun sekolah kami berjauhan, ada kalanya ia menjemputku saat pulang. Sering sekali kami singgah di warung kecil dekat sekolahku untuk makan seiang, menghabiskan sejam lebih lama dengan jalan memutar agar kami tidak cepat berpisah. Sudah hampir setahun, jalan memutar menjadikebiasaan yang sering kulakukan dengan atau tanpa kak Rian.

"Ikut aku" ucapnya tersenyum sambil menarik tanganku suatu hari. Aku terhenyak, kupasrahkan kakiku menyamakan nada dengan angkahnya yang terburu-buru.
" Cepat!" kami berlari, taganku masih di genggamnya.
" Ada apa?" tanyaku akhirnya setelah menghirup udara dalam-dalam. Langkah kami melambat setelah beberapa kali berbelok di gang sempit.

Ia tidak menjawab, mulutnya terkatup rapat dan wajahnya menengadah ke atas. Kuikuti arah tatapannya yang memerawang langit. Hening, hanya suara nafas yang terdengar saat itu.
"Baguskan?" tanyanya yang telah duduk bersilah di sampingku. Aku mengangguk, duduk di sampingnya dengan memeluk lutut. Belum pernah kulihat senja seindah itu. Baru kusadari bahwa cara Matahari berpamitan yang begitu indah terlewatkan olehku tiap hari.

Lampu jalan mulai menyala di tiap sudut. Saat cahaya remang lampu menyoroti tempat itu dan resmi sudah Bulan berkuasa, aku sadar, kak Rian membawaku melewati gang semit dan berliuk-liuk bukan menuju tempat sempit lainnya. Melainkan ke sebuah tempat luas penuh rerumputan eksotis yang terlupakan. Dengan sentuhan kecil kepedulian manusia, tempat itu bisa menjadi serpihan surga.

Esok harinya,kami kembali lagi ke tempat itu. Karena itu hari Minggu, aku dan kak Rian berhasil mndapat izin seharian. Kami merombak tempat itu, merapikan lautan rumput, dan menyinkirkan semua sampah. Kami, benar-benar menemukan serpihan surga.
Senja yang kunanti bersamanya datang dengan cepat, kak Rian menyeret sebuah bangku tua ke tengah-tengah. Langit kemerahan tampak sangat jelas, untuk beberapa detik langit seakan terbakar.

"Dinda..." bisiknya.
"Ya?"
"Aku suka kamu"

Nafasku terhenti, jantung yang sejak tadi berdegup keras sepertinya telah mati. Pipiku terasa panas, dan air mata mengalir begitu saja di wajahku. Sungguh aku senang. Karena ternyata kak Rian memiliki perasaan yang sama padaku. Sayangnya air mataku bukan air mata kebahagiaan atau keharuan.

"Maafkan aku, maaf karena telah suka padamu. Seharusnya aku tidak seperti ini, maaf.." lanjtnya tertunduk. Matahari telah lenyap.

Segera aku meggeleng, tidak seharusnya ia meminta maaf. Kami melakukan kesalahan besar dengan saling menyukai. Maka, air matakku adalah air mata penyesalan dan kesedihan.

"Tidak, tidak perlu minta maaf. Kak Rian, aku juga suka kakak" kukuatkan suaraku di tengah isakan. Kudapati matanya memerah, jauh di dalam sana, di balik senyumnya padaku tiap hari, ada kepedihanyang sama denganku. Sulit sekali menerima keyataan bahwa orang tua kami telah menikah dan kini kami adalah saudara, bukan kekasih.

"Jadi, kita sama-sama salah" senyumku padanya, mengelus punggungnya yang kaku.
"Selamat tinggal Dinda"
"Selamat tinggal kak Rian"

Kami pulang bersama, berjalan memutar menghapus rasa, langkah demi langkah.


Mataku terbuka perllahan, angin masih settia menemaniku di tempat ini. Langit tak semerah dulu ketika Matahari terbenam. Kini lebih redup. Bangku tua yang kududuki kini makin tua setelah beberapa tahun. Tempat itu tak banyak berubah, hanya rumputnya yang kini menjulang kian tinggi. Kak Rian di sampingku tiap senja, masih di sini, serihan surga.

THE END study
Back to top Go down
 
A piece of paradise
Back to top 
Page 1 of 1
 Similar topics
-
» ANIMONSTAR #170 ONE PIECE!
» TELAH TERBIT! ANIMONSTAR #170 ONE PIECE!

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
PlotPoint :: PENULISAN :: KARYA TULIS-
Jump to: